Pages

Friday, August 9, 2013

BUDAYA BATAK

BUDAYA BATAK


Sudah sejak lama sebutan (perkataan) Batak sebagai nama salah satu etnis di Indonesia diteliti dan diperbincangkan banyak orang asal kata atau pengertiannya. Bahkan melalui beberapa penerbitan suratkabar pada awal abad 20 atau juga masa sebelumnya, pernah terjadi polemik antara sejumlah penulis yang intinya memperdebatkan apa sebenarnya pengertian kata (nama) Batak, dan dari mana asal muasal nama itu.
Di suratkabar Pewarta Deli No. 82 tahun 1919 misalnya, polemik yang paling terkenal adalah antara seorang  penulis yang memakai nama samaran “Batak na so Tarporso” dengan J. Simanjuntak. Keduanya saling mempertahankan pendirian dengan argumentasi masing-masing, serta polemik di surat kabar tersebut sempat   berkepanjangan. Demikian pula di surat kabar keliling mingguan yang di terbitkan HKBP pada edisi tahun 1919 dan 1920, perbincangan mengenai arti sebutan Batak itu cukup ramai dimunculkan.
Seorang penulis memakai inisial “JS” dalam tulisan pendeknya di surat kabar Imanuel edisi 17 Agustus 1919,  akhirnya menyatakan diri tampil sebagai penengah di antara silang pendapat tersebut. JS dalam tulisannya antara lain mengutip buku berjudul “Riwayat Poelaoe Soematra” karangan Dja Endar Moeda (alm) yang diterbitkan tahun 1903, yang pada halaman 64 cuplikannya sebagai berikut : “Adapoen bangsa yang mendoedoeki residetie Tapanoeli itoe, ialah bangsa Batak namanya. Adapoen kata “Batak” itoe pengertiannya : orang pandai berkuda. Masih ada kata Batak yang terpakai, jaitoe “mamatak”, yang artinya menaiki koeda. Kemoedian hari orang perboeatlah kata itoe djadi kata pemaki (plesetan/red BONA) kepada bangsa itoe…”
keterangan serupa juga dikemukakan Dr. J. Warneck (Ephorus HKBP) dalam bukunya berjudul “Tobabataksch-Deutsche Woterbuch” seperti tertulis di halaman 26.
Menurut JS yang beralamat di Pangaribuan seperti tertulis di suratkabar Imanuel, tuan L.Th. Meyer juga menulis dalam bukunya berjudul “Maleisch Hollandsch Wordenboek“, pada halaman 37 : “Batak, Naam van een volksstamin in Sumatra…” (Batak adalah nama satu Bangsa di pulau Sumatra).
Keterangan itu dituturkan JS dalam tulisan pendeknya sebagai meluruskan adanya anggapan ketika itu seolah-olah perkataan Batak memberi pengertian terhadap suatu aliran/kepercayaan tentang agama tertentu yang dikembangkan pihak tertentu mendiskreditkan citra orang Batak.
TEMPAT BERMUKIM


Batak adalah nama sebuah suku di Indonesia. Suku Batak kebanyakan bermukim di Sumatra Utara.
Dalam tata pemerintahan Republik Indonesia yang mengikuti tata pemerintahan Kolonial Belanda, setiap sub suku berdiam dalam satu kedemangan yang kemudian dirubah menjadi Kabupaten setelah Indonesia merdeka.
Sub suku Batak Toba berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata (berbatasan dengan Parapat), Pulau Samosir, Pakkat, serta Sarulla. Empat tahun terakhir ini, Kabupaten Tapanuli Utara sendiri telah dimekarkan menjadi beberapa Kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara (ibukota Tarutung), Kabupaten Toba Samosir (ibukota Balige), Kabupaten Samosir (ibukota Pangururan), Kabupaten Humbang (ibukota Siborong-borong), Kabupaten Humbang Hasundutan (ibukota Dolok Sanggul).




Sub suku Batak Karo mayoritas berdiam di Kabupaten Karo dengan ibukota Kabanjahe, namun sebagian juga tersebar di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang. Mereka yang bermukim di wilayah Kabupaten Karo kerap disebut sebagai Karo Gunung, sementara yang di Kab. Langkat dan Deli Serdang kerap disebut dengan Karo Langkat.
Sub suku Batak Alas bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Populasi mereka meningkat paska Perang Aceh, dimana pada masa perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda, suku Batak Toba selalu mengirimkan bala bantuan. Setelah perang usai, mereka banyak yang bermukim di wilayah Aceh Tenggara.
Sub suku Batak Pakpak terdiri atas 5 sub Pakpak yaitu Pakpak Kelasen, Pakpak Simsim, Pakpak Boang, Pakpak Pegagan, bermukim di wilayah Kabupaten Dairi yang kemudian dimekarkan pada tahun 2004 menjadi dua kabupaten yakni: Kabupaten Dairi (ibukota Sidikalang)dan Kabupaten Pakpak Bharat (ibukota Salak). Suku Batak Pakpak juga berdomisili di wilayah Parlilitan yang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dan wilayah Manduamas yang merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah.Suku Pakpak yang tinggal diwalayah tersebut menamakan diri sebagai Pakpak Kelasan. Dalam jumlah yang sedikit, suku Pakpak juga bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.
Sub suku Batak Simalungun mayoritas bermukim di wilayah Kabupaten Simalungun (ibukota Pematang Siantar) namun dalam jumlah yang lebih kecil juga bermukim di kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Asahan.
Sub suku Batak Mandailing dan Angkola bermukim di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukota Padang Sidempuan) dan Kabupaten Mandailing Natal (sering disingkat dengan Madina dengan ibukota Penyabungan). Kabupaten ini berdiri sejak tahun 1999 setelah dimekarkan dari Kabupaten Tapsel.
Sementara itu, Kabupaten Tapanuli Tengah (ibukota Sibolga)sejak dulu tidak didominasi oleh salah satu sub suku batak. Populasi Batak Toba cukup banyak ditemui di daerah ini, demikian juga dengan Batak Angkola dan Mandailing. Dalam jumlah yang kecil, Batak Pakpak juga bermukim di daerah ini khususnya Kota Barus. Hal ini dimungkinkan karena Tapanuli Tengah terletak di tepi Samudera Hindia yang menjadikannya sebagai pintu masuk dan keluar untuk melakukan hubungan dagang dengan dunia internasional. Salah satu kota terkenal yang menjadi bandar internasional yang mencapai kegemilangannya sekitar abad 5 SM-7 SM adalah Kota Barus.

No comments:

Post a Comment